Bagian Patologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh darah, namun demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomen dan melalui cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis.
Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya.3, 4
Walaupun suatu tumor ganas yang terdiri dari berjuta-juta sel, ternyata tidak semua sel mempunyai kemampuan untuk bermetastasis. Hal ini dapat dibuktikan dengan menyuntikkan sel-sel ganas dari suatu tumor primer mencit kedalam sirkulasi mencit tersebut, ternyata hanya sebagian kecil yang mengadakan metastasis. Ini berarti bahwa sel-sel ganas tersebut mempunyai sifat sifat yang berbeda, ada yang tidak mampu mengadakan metastasis dan ada yang mampu. Ternyata suatu tumor terdiri dari berbagai jenis sel yang masing-masing jenis disebut subklon. Tampaknya hanya subklon tertentu yang mampu mengadakan metastasis, sedang subklon lainnya tidak mampu mengadakan metastasis. Dalam makalah ini akan diutarakan sejumlah hasil penelitian baru yang berkaitan dengan proses terjadinya metastasis yang ditinjau dari aspek biologi molekuler.5
Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM. Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Reseptor terhadap komponen ECM banyak ditemukan pada karsinoma kolon dan payudara yang memang sering metastasis.
Selain reseptor laminin sel tumor juga mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin, tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk melekatkan diri dengan ECM. 9, 10
Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel makrophage untuk memproduksi enzym protease, yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease. Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial.3
Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata mengandung kollagenase tipe IV yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma in situ mengandung kolagenase tipe IV yang rendah. Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut. berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambatdampak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma 1.11
Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel kanker. Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis.
Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah. Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta selsel tersebut dapat mengadakan metastasis, oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel-sel pembunuh (Natural Killer Cell) dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut.
Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi.
Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk menghancurkan enzim tersebut. Berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambat damapak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma.1, 11
Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel kanker. Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis. 9, 12-14
Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah. Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta selsel tersebut dapat mengadakan metastasis, oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel-sel pembunuh ( Natural Killer Cell ) dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut. 8
Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi.
Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar CD44 yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel kanker melekat pada sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel kanker memasuki aliran darah. 1, 15,16
PEMILIHAN TEMPAT METASTASIS
Secara logika lokasi tempat metastasis, akan sesuai dengan topografi anatomi tumor primer, misalnya kanker payudara tentu lokasi metastasisnya adalah kelenjar lymphe axiller, karena sel kanker akan melalui saluran aferen akan sampai disinus-sinus kelenjar axiller dan akhirnya bertumbuh disana membentuk tumor metastatik. Tumor-tumor lambung, pancreas dan kolon karena pengangkutan sel-selnya melalui vena porta, maka stasiun pertamanya adalah hepar, sedangkan yang diseminasi haematogenya melalui vena cava, misalnya tumor testis dan tulang maka stasiun pertamanya adalah paru-paru. Namun demikian tidak semuanya terjadi sesuai tofografi anatomi tumor primer, misalnya karsinoma prostat metastasisnya dalam tulang vertebrae, seharusnya kalau sesuai topografie antomi, maka metastasis lebih banyak di paru-paru.11, 13
Karena itu selain topografie anatomik, mesti ada faktor faktor lain yang berperan, misalnya lingkungan yang menerima metastasiss tersebut. Penyinaran paru-paru dan hati pada binatang percobaan akan meningkatkan metastasis pada kedua organ tersebut. Penyinaran mungkin menyebabkan mileau yang lebih cocok untuk pertumbuhan sel kanker. Keadaan ini sama kalau kita menanam benih yang pada tanah yang tidak sesuai maka benih tersebut tidak akan tumbuh, tetapi kalau tanahnya sesuai maka benih tersebut akan tumbuh subur, oleh sebab itu pemahaman tersebut disebut "seed and soil theory". 6, 10, 12
Kadang-kadang terjadi tumor primer sangat kecil atau mengalami regresi, tetapi tumor metastasisnya sangat besar, sehingga keluhan utamanya muncul dari metastasisnya dan sebaliknya bisa terjadi tumor primer sangat besar tetapi tidak ada metastasis. Jantung dan otot skelet sangat jarang merupakan tempat metastasis, mungkin disebabkan karena cara vaskularisasinya yang berbeda dengan organ lain , atau karena kedua organ tersebut senantiasa bergerak.
MANFAAT PENGETAHUAN TENTANG METASTASIS
Sekarang ini pengobatan kanker selain pembedahan, untuk membunuh sel yang telah invasi ke jaringan sekitarnya dan yang metastasis jauh dilakukan radiasi dan kemotherapie. Hal ini merupakan cara yang sangat berisiko, karena selain sel kanker yang rusak atau mati juga merusak sel-sel malahan mematikan sel-sel yang normal yang ada dalam tubuh, sehingga keadaan ini seperti membunuh suatu tikus dengan bom peledak C-4. Banyak yang dirusak, sehingga pengobatan ideal adalah membunuh sel-sel tumor itu tanpa atau seminimal mungkin merusak sel/jaringan lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menghambat proses pembentukan pembuluh (angiogenesis) yang akan memberi suplai makanan bagi tumor yang sekaligus menjadi tempat metastasisnya.
Kinase yang berada pada persimpangan jalur signaling yang mengatur invasi dan angiogenesis telah dilaporkan merupakan sasaran terapi. Salah satu substansi yang merupakan target biokimia molekuler adalah keluarga dari Receptor Tyrosine Kinase (RTK). Pendekatan farmakologis yang sering digunakan untuk maksud tersebut adalah dengan merancang molekul yang memiliki kemiripan dengan adenosine triphosphate (ATP) yang secara kompetitif menghambat tempat pengikatan ATP, sehingga terjadi penghambatan aktifitas fungsi kinase. Kini yang merupakan target molekul reseptor tirosine kinase yang paling sering dihambat adalah Epidermal Growth Factor (EGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).1, 5, 14
Jika suatu saat kita bisa menghambat proses angiogenesis, menghambat enzim protease yang dikeluarkan sel tumor maka proses metastasis dapat dihambat dan dengan demikian angka kesakitan dan kematian karena tumor ganas dapat diturunkan.
Seperti disebutkan adanya enzim yang tinggi, atau zat tertentu produk suatu sel kanker dapat meramalkan adanya metastasis, maka ramalan prognosis suatu tumor dapat diprediksi melalui pemeriksaan marker/ petanda yang dihasilkan atau yang merupakan respons adanya metastasis tumor. Pendekatan demikian sangat berguna bagi kelangsungan hidup penderita.
DAFTAR RUJUKAN
1. Liotta LA, Khon EC. Invasion and Metastasis. New York; 2004.
2. Fearon E. Human cancer syndromes: clues to the origin and nature of cancer. Science. 1997;278:1043-1050.
3. Hart I, Saini A. Biology of tumour metastasis. Lancet. 1992;339:1453-1457.
4. Liotta LA, Stetler-Stevenson W. Tumour invasion and metastasis: an imbalance of positive and negative regulation. Cancer Research. 1991;51:5054-5059.
5. Bandaso R. Aspek Patobiologi Metastasis. Departmental Periodic Scientific Meeting. 2003.
6. Nigam A, Pignatelli M. Adhesion and the cancer jigsaw. BMJ. 1993;307:3-4.
7. Robbin P. Clinical Oncology for Medical Student and Physician: a multidiciplinary approach. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders; 1993.
8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Neoplasia. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2003.
9. Ruoslahti E. How cancer spreads. Scientific American. 1996;275:42-47.
10. Sherr C. Cancer cell cycles. Science. 1996;274:42-47.
11. Underwood J. Carcinogenesis and neoplasia. In: Underwood J, ed. General and systemic pathology. London: Churchill Livingstone; 2000:223-262.
12. Kinzler K, Vogelstein B. Gatekeepers and caretakers. Nature. 1997;386:761-763.
13. Tarin D. Prognostic markers and mechanisms of metastasis. Recent Advances in histopathology. 1997;17:15-45.
14. Weinberg R. Tumour suppressor genes. Science. 1991;254:1138-1146.
15. Bicknell R, Lewis C, Ferrara N. Tumor angiogenesis. Oxford: Oxford University Press; 1997.
16. Haber D, Fearon E. The promise of cancer genetics. Lancet. 1998;351:1-8.
Post a Comment