Analisa molekuler penderita kanker payudara usia muda di Indonesia'. Itulah judul disertasi Dewajani Purnomosari untuk mendapatkan gelar doktor dalam bidang biologi molekuler di Universitas Utrecht Belanda. Apa alasannya melakukan penelitian itu?
Mencolok
Neni, demikian panggilan staf pengajar di Universitas Gajah Mada Jogyakarta itu tertarik untuk melakukan penelitian tersebut karena banyaknya kasus kanker payudara yang terjadi pada perempuan usia muda di Indonesia. Memang di dunia ini kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan selain kanker leher rahim. Tetapi yang mencolok, demikian Neni, di Indonesia terutama di Jogyakarta, tempat tinggal Neni, banyak perempuan muda yang sudah terkena kanker payudara. Dari data yang dikumpulkannya antara 1999 - 2004, prosentase perempuan muda di bawah usia 40 tahun (early onset) yang menderita kanker payudara sebesar 26 %, sedangkan untuk populasi dunia, prosentase tersebut hanyalah 6 % saja. Di Belanda, patokan usia muda dalam hal kanker payudara adalah di bawah 50 tahun. Patokan ini tampaknya tidak mungkin diterapkan pada populasi di Indonesia karena harapan hidup perempuan Indonesia adalah 65 tahun sedangkan di Belanda 83 tahun sehingga patokan usia untuk Indonesia diturunkan sepuluh tahun menjadi 40 tahun.
Faktor resiko
Neni menjelaskan sejumlah faktor resiko yang bisa menyebabkan kanker payudara. Misalnya saja faktor gaya hidup, pola makan, olah raga, faktor berkaitan dengan hormon, ada tidaknya anak, menyusui atau tidak. Yang juga tidak kalah penting adalah faktor polutan. Neni menggarisbawahi bahwa ada dua macam kanker payudara, yaitu yang sporadis dan yang herediter atau keturunan. Sebetulnya, demikian Neni, 'semua manusia dalam perjalanan hidupnya memiliki resiko terkena kanker, karena kita selalu terekspos segala sesuatu yang bisa menyebabkan kanker'.
Sporadis dan herediter
Untuk yang sifatnya sporadis, kanker biasanya muncul pada usia di atas 50 tahun. Tetapi untuk yang sifatnya herediter, kanker bisa terjadi pada usia muda. Penjelasannya karena salah satu alelnya (bentuk alternatif dari gen dalam kaitan dengan ekspresi suatu sifat, wikipedia, red) sudah rusak sehingga faktor lingkungan atau faktor-faktor lainnya hanya cukup menyerang alel satu laginya untuk menimbulkan kanker.
Sedangkan untuk yang sifatnya sporadis faktor lingkungan atau faktor lain, harus menyerang dan merusak kedua alel terlebih dahulu. Karena apabila alel yang satu rusak sedangkan yang lainnya masih betul, maka kanker tersebut belum muncul. Jadi, demikian Neni, 'waktu untuk merusak kedua atau satu alel, jelas lebih cepat yang satu. Oleh karena itu mengapa pada yang herediter, kecenderungannya dia muncul pada usia muda'. Penelitian yang dilakukan Dewajani ini adalah penelitian pionir di Indonesia karena belum pernah dikerjakan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya mutasi terhadap gen yang disebut BRCA1 dan BRCA2. 'Suatu jenis mutasi bisa jadi bersifat sangat spesifik atau khusus untuk satu populasi tertentu'. Demikian jelas Neni.
Prevensi
Adapun tujuan akhir penelitian sebagai langkah prevensi bagi anggota keluarga lainnya. 'Apabila kanker payudara yang diderita pasien memang sifatnya herediter, maka anggota keluarga yang lain harus segera diberitahu sehingga langkah awal bisa segera diambil. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala, bisa melalui mamografi atau MRI (Magnetic Resonance Imaging, red)', demikian Neni. Tapi Neni menambahkan 'walaupun itu tidak selalu berarti bahwa anggota keluarga yang lain juga akan mendapatkan kanker serupa, hanya saja resiko untuk itu bertambah besar'. Tetapi bagi Neni, langkah yang paling mudah dan murah adalah mengenali diri sendiri karena katanya 'bagaimanapun itu adalah tubuh kita sendiri. Masa sih kita nggak sempat menyisihkan sepuluh menit dalam sehari untuk memeriksa apa yang terjadi dengan tubuh kita'. Sadari (Periksa Payudara Sendiri), sebaiknya dilakukan seminggu sesudah haid atau menstruasi, jangan sebelumnya karena menjelang haid terjadi peningkatan aktivitas kelenjar dan sel-sel payudara. Demikian saran Dewajani Purnomosari.
Selamat untuk Neni.
Neni, demikian panggilan staf pengajar di Universitas Gajah Mada Jogyakarta itu tertarik untuk melakukan penelitian tersebut karena banyaknya kasus kanker payudara yang terjadi pada perempuan usia muda di Indonesia. Memang di dunia ini kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan selain kanker leher rahim. Tetapi yang mencolok, demikian Neni, di Indonesia terutama di Jogyakarta, tempat tinggal Neni, banyak perempuan muda yang sudah terkena kanker payudara. Dari data yang dikumpulkannya antara 1999 - 2004, prosentase perempuan muda di bawah usia 40 tahun (early onset) yang menderita kanker payudara sebesar 26 %, sedangkan untuk populasi dunia, prosentase tersebut hanyalah 6 % saja. Di Belanda, patokan usia muda dalam hal kanker payudara adalah di bawah 50 tahun. Patokan ini tampaknya tidak mungkin diterapkan pada populasi di Indonesia karena harapan hidup perempuan Indonesia adalah 65 tahun sedangkan di Belanda 83 tahun sehingga patokan usia untuk Indonesia diturunkan sepuluh tahun menjadi 40 tahun.
Faktor resiko
Neni menjelaskan sejumlah faktor resiko yang bisa menyebabkan kanker payudara. Misalnya saja faktor gaya hidup, pola makan, olah raga, faktor berkaitan dengan hormon, ada tidaknya anak, menyusui atau tidak. Yang juga tidak kalah penting adalah faktor polutan. Neni menggarisbawahi bahwa ada dua macam kanker payudara, yaitu yang sporadis dan yang herediter atau keturunan. Sebetulnya, demikian Neni, 'semua manusia dalam perjalanan hidupnya memiliki resiko terkena kanker, karena kita selalu terekspos segala sesuatu yang bisa menyebabkan kanker'.
Sporadis dan herediter
Untuk yang sifatnya sporadis, kanker biasanya muncul pada usia di atas 50 tahun. Tetapi untuk yang sifatnya herediter, kanker bisa terjadi pada usia muda. Penjelasannya karena salah satu alelnya (bentuk alternatif dari gen dalam kaitan dengan ekspresi suatu sifat, wikipedia, red) sudah rusak sehingga faktor lingkungan atau faktor-faktor lainnya hanya cukup menyerang alel satu laginya untuk menimbulkan kanker.
Sedangkan untuk yang sifatnya sporadis faktor lingkungan atau faktor lain, harus menyerang dan merusak kedua alel terlebih dahulu. Karena apabila alel yang satu rusak sedangkan yang lainnya masih betul, maka kanker tersebut belum muncul. Jadi, demikian Neni, 'waktu untuk merusak kedua atau satu alel, jelas lebih cepat yang satu. Oleh karena itu mengapa pada yang herediter, kecenderungannya dia muncul pada usia muda'. Penelitian yang dilakukan Dewajani ini adalah penelitian pionir di Indonesia karena belum pernah dikerjakan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya mutasi terhadap gen yang disebut BRCA1 dan BRCA2. 'Suatu jenis mutasi bisa jadi bersifat sangat spesifik atau khusus untuk satu populasi tertentu'. Demikian jelas Neni.
Prevensi
Adapun tujuan akhir penelitian sebagai langkah prevensi bagi anggota keluarga lainnya. 'Apabila kanker payudara yang diderita pasien memang sifatnya herediter, maka anggota keluarga yang lain harus segera diberitahu sehingga langkah awal bisa segera diambil. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala, bisa melalui mamografi atau MRI (Magnetic Resonance Imaging, red)', demikian Neni. Tapi Neni menambahkan 'walaupun itu tidak selalu berarti bahwa anggota keluarga yang lain juga akan mendapatkan kanker serupa, hanya saja resiko untuk itu bertambah besar'. Tetapi bagi Neni, langkah yang paling mudah dan murah adalah mengenali diri sendiri karena katanya 'bagaimanapun itu adalah tubuh kita sendiri. Masa sih kita nggak sempat menyisihkan sepuluh menit dalam sehari untuk memeriksa apa yang terjadi dengan tubuh kita'. Sadari (Periksa Payudara Sendiri), sebaiknya dilakukan seminggu sesudah haid atau menstruasi, jangan sebelumnya karena menjelang haid terjadi peningkatan aktivitas kelenjar dan sel-sel payudara. Demikian saran Dewajani Purnomosari.
Selamat untuk Neni.
Diterbitkan oleh Juliani Wahjana - Radio Netherland Berbahasa Indonesia (12/01/07)
Post a Comment