Kemoterapi Tak Perlu Ditakuti?

Perempuan berusia 40 tahunan dengan rambut sebahu lewat sedikit itu dengan bangga menyebutkan ia pernah menjalani tindakan pembedahan pada payudaranya. Karena baru stadium awal, kedua payudaranya tetap utuh dan nyaris tidak ada tanda nyata dari tindakan medis tersebut.

Tak mengherankan jika ia dengan sukacita memaparkan pengalamannya bersentuhan dengan kanker dalam sebuah acara Temu Pasien Kanker Payudara beberapa waktu lalu di Jakarta. Lantas ia pun tak keberatan payudara, yang tetap mulus berkat keahlian sang dokter yang ahli onkologi Samuel Haryono, ditunjukkan kepada dokter sejawatnya, dalam sebuah simposium misalnya.

Dalam kasus kanker, memang "lebih cepat lebih baik" menjadi slogan yang tepat. Sebab, pada stadium lanjut, kanker sudah menyebar atau metastesa ke organ lain. Samuel menggambarkan metastesa sebagai proses ketika sel kanker melepaskan diri dari tumor utama, lalu masuk ke pembuluh darah, ikut bersirkulasi dalam aliran darah, dan tumbuh di jaringan normal yang letaknya jauh dari asal tumor tersebut. "Pada kanker payudara, metastasis yang paling umum terjadi di organ-organ vital, seperti paru, hati, tulang, bahkan juga otak," ia menjelaskan.

Pada stadium awal, menurut Samuel, biasanya dilakukan operasi breast conserving treatment (BCT), sentinel node lymph procedure (SNLP), atau mastektomi, pilihannya tergantung pasien. Sebagian dilanjutkan dengan kemoterapi, baik sebelum ataupun sesudah operasi. Dalam BCT, operasi memang hanya mengangkat sel kankernya serta pembersihan kelenjar getah bening sehingga payudara tetap utuh dan biasanya diikuti radioterapi. Namun, tindakan ini hanya berlaku untuk stadium I dan II. Cara ini memang tidak mengubah bentuk payudara. Sedangkan tindakan masektomi radikal adalah pengambilan sel kanker berikut payudaranya.

Samuel menyatakan hasil BCT hampir sama dengan masektomi radikal jenis terbaru sekalipun, tentunya menyangkut kekambuhan, tingkat kebebasannya dari kanker, dan daya tahan si pasien. Ia juga menyebutkan kemo yang dilakukan setelah operasi dengan atau terapi hormonal bisa menaikkan lagi daya tahan hingga 10-15 persen.

Konsultan hematologi onkologi medik, dr Asrul Harsal, SpHD, K-HOM, menambahkan, pada stadium I, II, dan II-A, ketika keberadaan sel kanker masih lokal, tindakan operasi yang dilakukan masih merupakan standar pengobatan yang dilakukan oleh ahli bedah yang biasanya dilanjutkan dengan radioterapi. "Serta pemberian kemoterapi setelah operasi jika faktor risiko untuk terjadinya kekambuhan cukup besar," kata Asrul.

Masalah, sering kali kasus kanker payudara ditemukan dalam stadium lebih lanjut seperti III-B atau IV sehingga BCT pun tak bisa dilakukan. Lantas perlu juga dokter ahli dari berbagai bidang dalam penanganannya. Tapi kemoterapi dalam stadium ini mempunyai manfaat lebih besar. "Kemo menjadi cara yang efektif karena obat ini bekerja melalui darah dan langsung membunuh sel," Asrul menjelaskan. Sebab, kemoterapi merupakan pemberian obat antikanker yang bersifat sistematis atau menyeluruh pada tubuh.

Kebanyakan orang membayangkan kemoterapi sebagai hal yang menakutkan. Saat ini, menurut Asrul, pengobatan dengan terapi ini sudah beragam. Pemberian obatnya bisa berupa oral, injeksi, intravena, dan intramuskular intravekal. Bahkan jenisnya pun bermacam-macam. Sedikitnya ada empat, yakni induksi/neoadjuvant (praoperasi), kombinasi, adjuvant (pascaoperasi), dan paliatif.

Lantas, Asrul menyebutkan, kemo pun tak lagi diberikan hanya pada pasien dengan stadium lanjut. Pada kasus yang saat sel kanker belum menyebar ke organ lain pun kemo sudah diberikan. Selain itu, bagi pasien yang tak mungkin menjalani operasi, kemo pun menjadi pilihan tepat.

Namun, tak semua pasien kanker payudara otomatis bisa menjalani jenis terapi ini. Tetap ada syarat sebelumnya, setidaknya harus dilihat dari kondisi kesehatan umum dan kesehatan jantungnya. "Usia bukan patokan," ucap Asrul. Pilihan kemo juga didasari oleh beberapa pertimbangan. Mulai faktor risiko, seperti ukuran tumor, keterlibatan kelenjar, reseptor hormonal, agresivitas tumor, hingga menyusupnya sel-sel kanker ke pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Karena itu, setiap pasien akan ditangani dengan kombinasi terapi yang berbeda-beda, bergantung pada beberapa hal tersebut.

Asrul menyebutkan, ada beberapa kondisi yang membuat pasien tak bisa melakoni terapi yang satu ini. Di antaranya adanya infeksi, kurangnya jumlah sel darah putih atau trombosit, buruknya kondisi pasien secara umum, serta adanya problem psikologis. Dengan pilihan kemo saat ini, bukan berarti kemoterapi versi baru membuat pasien terlepas dari segala efek samping. "Efek yang tidak diharapkan tetap ada. Terapi ini, selain menyerang sel kanker terutama yang sedang tumbuh, menyasar ke sel tubuh yang dalam kondisi normal. Inilah yang disebut dengan efek yang tidak diinginkan dan bisa berhubungan dengan gejala, kelainan laboratorium, atau penyakit yang berhubungan dengan pengobatan."

Efek kemo terbagi dua, yakni nonhematologik, seperti mual, muntah, sariawan, gangguan buang air besar, kebotakan pada rambut, nyeri otot dan sendi, serta pengaruh terhadap fungsi jantung dan hati. Karena itulah, ada syarat utama untuk memeriksakan jantung dan hati terlebih dulu. Efek lain, menyangkut hematologi atau darah, seperti penurunan trombosit. Kondisi ini harus ditangani dengan baik karena bisa mengundang infeksi dan berakibat fatal. Namun, untuk beragam eek tersebut, sudah tersedia obat guna meredamnya, seperti obat mual dan muntah, demikian juga untuk obat penurunan sel darah putih maupun hemoglobin. Sedangkan untuk kebotakan yang dimulai sejak kemo minggu ketiga, biasanya rambut tumbuh lagi setelah terapi selesai.

Keuntungan Kemoterapi
  1. Efektif untuk kanker yang telah menyebar ke organ lain karena obat ini bekerja melalui aliran darah untuk membunuh sel kanker.
  2. Bermanfaat untuk kanker yang tidak bisa dioperasi.
  3. Tidak merusak jaringan.

TEMPO Interaktif | Selasa, 06 Oktober 2009 | 08:05 WIB | Oleh RITA

Post a Comment

Info Farmasi/Obat Kanker